P2P Ngariung #2 was an eight-week hybrid program of collaborative learning facilitated by Pari and Gudskul Ekosistem. For this program’s second iteration, we worked with individuals based in Sydney and Indonesia through both online and offline workshops.

“Ngariung” is a word from the Sunda tribe in West Java that refers to a gathering, often to discuss and learn to find a solution to a problem. Ngariung has a fairly broad meaning, but the common thread is to have an opinion, listen, and hopefully, find a solution together. “P2P” is peer-to-peer, a kind of online network without a central server, allowing ideas and resources to be shared without hierarchy.

In this program, Gudskul and Pari worked with participants to investigate collaborative models and ways of operating that sustain and support our communities. Key topics included: collectivism, resource sharing, localities, relationships and education. The program provided opportunities for participants to learn from each other, deepen their understanding of collectivity, build inter-local connections, and seed future collaborations.


Pari dan Gudskul Ekosistem bersuka cita mempersembahkan P2P Ngariung #2, sebuah program pembelajaran kolaboratif hibrida delapan minggu. Untuk penyelenggaraan kedua ini, kami akan mengundang individu yang berbasis di Sydney dan Indonesia melalui lokakarya daring dan luring.

“Ngariung” merupakan kata dari bahasa Sunda, Jawa Barat, yang berarti berkumpul, sebuah kegiatan yang sering digunakan untuk mendiskusikan, mempelajari, dan menyelesaikan sebuah masalah. Ngariung bermakna cukup luas, namun secara umum ia dapat memberikan ruang untuk berpendapat, mendengar dan didengar, serta, memecahkan masalah bersama-sama. “P2P” yang berarti peer-to-peer atau antar-rekan, adalah sejenis sistem jaringan internet tanpa peladen (server) yang memusat, yang memungkinkan gagasan dan sumber daya untuk dibagikan tanpa hirarki.

Dalam program ini, Gudskul dan Pari bersama peserta akan menyelidiki model-model kolaboratif dan berbagai cara kerja yang mampu menopang dan mendukung lingkungan sekitar kita. Pokok-pokok pembahasan meliputi: wacana budaya berkelompok, berbagi sumber daya, kelokalan, hubungan antarmanusia dan pendidikan. Program ini membuka kesempatan bagi peserta untuk belajar dari satu sama lain, memperdalam pemahaman soal kerja bersama, membangun hubungan inter-lokal, dan menanam benih untuk kolaborasi di masa mendatang.


Participants
Sydney: A’isyiyah Prahastono, Dana Albattrawi, Dian Rahardjo, Donnalyn Xu, Jayanto Tan, Jessica Kejun Xu, Monty Hancock, Nafis Ahmed, Tjoet Aishah

Indonesia: Dewanty Ajeng Wiradita, Kae Oktorina, Feliani, Mohamad Haryo Hutomo, Yusi Yuansa, Rejeky kene, Respati Indraswari, Taufiq Rochman, Zora Ananditta

Facilitators
Gudskul: Amy Zahrawaan, Gesya Siregar, Berto Tukan, Dirdho Adithyo and Angga Wijaya
Pari: Hareen Johl, Naomi Segal, Joel Spring and Tian Zhang.

Graphic Recorders
Leila Frijat, Wiratama


We commissioned artists Leila Frijat and Wiratama to create these graphic recordings to summarise some of the discussions, activities and ideas from the sessions.

Kami bekerjasama dengan seniman, yakni Leila Frijat dan Wiratama untuk membuat rekaman grafis ini untuk merangkum beberapa diskusi, kegiatan, dan ide dari sesi tersebut.


Session 1

Session 2

Session 3

Session 4

Session 5

Session 6

Session 7

Session 8

NSW Government and Australia Council for the Arts logos
This project is supported by the NSW Government through Create NSW. This project has been seeded and assisted by the Australian Government through the Australia Council, its arts funding and advisory body.

Proyek ini didukung oleh Pemerintah NSW melalui Create NSW. Proyek ini telah dicanangkan dan didukung oleh Pemerintah Australia melalui Australia Council, badan pendanaan dan penasihat seninya.